Sejarah
pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit
dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan,
pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian
pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta.
Jadi kesenian batik ini di
Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus berkembang
kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian
batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah
setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan
ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru
setelah perang dunia kesatu habis atau sekitar tahun 1920. Adapun kaitan
dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa
adalah daerah-daerah santri dan kemudian Batik menjadi alat perjaungan
ekonomi oleh tokoh-tokoh pedangan Muslim melawan perekonomian Belanda.
baacaa duluu....
Kesenian batik adalah kesenian
gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluaga
raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam
kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para
pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar
kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan
dikerjakan ditempatnya masing-masing.
Lama-lama kesenian batik ini
ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum
wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik
yang tadinya hanya pakaian keluarga kraton, kemudian menjadi pakaian rakyat
yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang dipergunakan
waktu itu adalah hasil tenunan sendiri.
Sedang bahan-bahan pewarna yang
dipakai tediri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara
lain dari: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari
soda abu, serta garamnya dibuat dari tanahlumpur.
Jaman MajapahitBatik yang telah
menjadi kebudayaan di kerajaan Majahit, pat ditelusuri di daerah Mojokerto
dan Tulung Agung. Mojoketo adalah daerah yang erat hubungannya dengan
kerajaan Majapahit semasa dahulu dan asal nama Majokerto ada hubungannya
dengan Majapahit. Kaitannya dengan perkembangan batik asal Majapahit
berkembang di Tulung Agung adalah riwayat perkembangan pembatikan didaerah
ini, dapat digali dari peninggalan di zaman kerajaan Majapahit. Pada waktu
itu daerah Tulungagung yang sebagian terdiri dari rawa-rawa dalam sejarah
terkenal dengan nama daerah Bonorowo, yang pada saat bekembangnya Majapahit
daerah itu dikuasai oleh seorang yang benama Adipati Kalang, dan tidak mau tunduk
kepada kerajaan Majapahit.
Diceritakan bahwa dalam aksi
polisionil yang dilancarkan oleh Majapahati, Adipati Kalang tewas dalam
pertempuran yang konon dikabarkan disekitar desa yang sekarang bernama
Kalangbret. Demikianlah maka petugas-petugas tentara dan keluara kerajaan
Majapahit yang menetap dan tinggal diwilayah Bonorowo atau yang sekarang
bernama Tulungagung antara lain juga membawa kesenian membuat batik asli.
Meskipun
tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, namun
menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan
menurut data yang tercatat di Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat
1802, seperti motif pohon kecil berupa bahan baju.
Namun perkembangan yang signifikan
diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan
Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dengan
terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para pengikutnya
banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah
Timur dan Barat. Kemudian di daerah - daerah baru itu para keluarga dan
pengikutnya mengembangkan batik.
Ke timur batik Solo dan Yogyakarta
menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung
hingga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah Barat batik
berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan adanya
migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin
berkembang.
Seiring berjalannya waktu, Batik
Pekalongan mengalami perkembangan pesat dibandingkan dengan daerah lain. Di
daerah ini batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu di daerah
Pekalongan kota dan daerah Buaran, Pekajangan serta Wonopringgo.
- Batik Pekalongan, antara Masa
Lampau dan Kini
BATIK
pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan
pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak
berpuluh tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik
pekalongan dikerjakan di rumah-rumah.
Akibatnya, batik pekalongan menyatu
erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan yang kini terbagi dalam dua
wilayah administratif, yakni Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan, Jawa
Tengah. Batik pekalongan adalah napas kehidupan sehari-sehari warga
Pekalongan. Ia menghidupi dan dihidupi warga Pekalongan.
Meskipun demikian, sama dengan
usaha kecil dan menengah lainnya di Indonesia, usaha batik pekalongan kini
tengah menghadapi masa transisi. Perkembangan dunia yang semakin kompleks dan
munculnya negara pesaing baru, seperti Vietnam, menantang industri batik
pekalongan untuk segera mentransformasikan dirinya ke arah yang lebih modern.
Gagal melewati masa transisi ini,
batik pekalongan mungkin hanya akan dikenang generasi mendatang lewat buku
sejarah.
Ketika itu, pola kerja tukang batik
masih sangat dipengaruhi siklus pertanian. Saat berlangsung masa tanam atau
masa panen padi, mereka sepenuhnya bekerja di sawah. Namun, di antara masa
tanam dan masa panen, mereka bekerja sepenuhnya sebagai tukang batik.
ZAMAN telah berubah. Pekerja batik
di Pekalongan kini tidak lagi didominasi petani. Mereka kebanyakan berasal
dari kalangan muda setempat yang ingin mencari nafkah. Hidup mereka mungkin
sepenuhnya bergantung pada pekerjaan membatik.
Apa yang dihadapi industri batik
pekalongan saat ini mungkin adalah sama dengan persoalan yang dihadapi
industri lainnya di Indonesia, terutama yang berbasis pada pengusaha kecil
dan menengah.
Persoalan itu, antara lain, berupa
menurunnya daya saing yang ditunjukkan dengan harga jual produk yang lebih
tinggi dibanding harga jual produk sejenis yang dihasilkan negara lain.
Padahal, kualitas produk yang dihasikan negara pesaing lebih baik dibanding
produk pengusaha Indonesia.
Penyebab persoalan ini
bermacam-macam, mulai dari rendahnya produktivitas dan keterampilan pekerja,
kurangnya inisiatif pengusaha untuk melakukan inovasi produk, hingga usangnya
peralatan mesin pendukung proses produksi.
http://pesonabatik.site40.net/Sejarah_Batik.html
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar